Muhammad Al fatih
Usia beliau masih sangat muda, boleh dibilang masih kanak-kanak tatkala ayahandanya, Sultan Murad II, pensiun dini dari mengurus khilafah. Sang Ayah berniat untuk beruzlah di tempat yang sepi dari keramaian politik. Roda kepemimpinan diserahkan kepada puteranya, Muhammad, yang sebenarnya saat itu masih belum cukup umur. Mengingat saat itu wilayah Islam sudah membentang luas dari Maroko sampai Marouke. Namun kebeliaannya tidak membuat prestasinya berkurang. Justru sejarah mencatat bahwa di masa kepemimpinan beliau, silsilah khilafah Bani Utsmani mencapai kejayaan terbesarnya, yaitu menaklukkan benua Eropa sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya oleh Rasulullah SAW.
Kecakapan Muhammad cukup masuk akal, mengingat sejak kecil beliau telah mendapatkan berbagai macam pembinaan diri dan pendalaman ilmu-ilmu agama. Sang Ayah memang secara khusus meminta kepada para ulama untuk mendidiknya, karena nantinya akan menjadi khalifah tertinggi. Mulai dari bahasa Arab, tafsir, hadits, fiqih sampai ke ilmu sistem pengaturan negara, telah beliau lahap sejak usia diri. Bahkan termasuk ilmu strategi perang dan militer adalah makanan sehari-hari.
Siapa Yang Jadi Khalifah?
Sultan Murad II berhenti dari jabatannya di tengah begitu banyak problem, baik internal maupun eksternal. Sementara khilafah sedang menghadapi serangan bertubi-tubi dari tentara kerajaan Romawi Timur.
Sebagai khalifah yang masih sangat belia, Muhammad Al-Fatih kemudian berinisiatif untuk mengirim utusan kepada ayahandanya dengan membawa pesan. Isinya cukup unik untuk mengajak sang ayahanda tidak berdiam diri menghadapi masalah negara.
“Siapakah yang saat ini menjadi khalifah: saya atau ayah? Kalau saya yang menjadi khalifah, maka sebagai khalifah, saya perintahkan ayahanda untuk datang kemari ikut membela negara. Tapi kalau ayahanda yang menjadi khalifah, maka seharusnya seorang khalifah berada di tengah rakyatnya dalam situasi seperti ini”
Menembus Eropa
Setiap pahlawan Islam selalu bercita-cita untuk menjadi orang yang dimaksud Rasulullah SAW dalam haditsnya sebagai panglima yang terbaik dan tentaranya tentara yang terbaik dan membebaskan Konstantinopel agar terbebas dari kekuasaan Romawi.
Sudah sejak Rasulullah SAW masih hidup, beliau sudah berupaya menjadikan penguasa di Konstatinopel menjadi muslim. Selembar surat ajakan masuk Islam dari nabi SAW telah diterima Kaisar Heraklius di kota ini.
Dari Muhammad utusan Allah kepada Heraklius raja Romawi.
Bismillahirrahmanirrahim, salamun ‘ala manittaba’al-huda, Amma ba’du,
Sesungguhnya Aku mengajak anda untuk memeluk agama Islam. Masuk Islam lah Anda akan selamat dan Allah akan memberikan Anda dua pahala. Tapi kalau Anda menolak, Anda harus menanggung dosa orang-orang Aritsiyyin.”
Dikabarkan bahwa saat menerima surat ajakan masuk Islam itu, Kaisar Heraklius cukup menghormati dan membalas dengan mengirim hadiah penghormatan. Namun dia mengakui bahwa dirinya belum siap untuk memeluk Islam.
Di masa shahabat, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Umar radhiyallahu ‘anhu, Khalid bin Walid dikirim sebagai panglima perang menghadapi pasukan Romawi. Khalid memang mampu membebaskan sebagian wilayah Romawi dan menguasai Damaskus serta Palestina (Al-Quds). Tapi tetap saja ibukota Romawi Timur saat itu, Konstantinopel, masih belum tersentuh.
Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, pahlawan yang merebut Al-Quds sekalipun, ternyata masih belum mampu membebaskan Konstantinopel. Padahal beliau pernah mengalahkan serangan tentara gabungan dari Eropa pimpinan Richard The Lion Heart dalam perang Salib. Ternyata membebaskan kota warisan Kaisar Heraklius bukan perkara sederhana. Dibutuhkan kecerdasan, keuletan dan tentunya, kekuatan yang mumpuni untuk pekerjaan sebesar itu.
Dan ternyata Sultan Muhammad Al-Fatih orangnya. Beliau adalah sosok yang telah ditunggu umat Islam sepanjang sejarah menunggu-nunggu realisasi hadits syarif Muhammad SAW.
Tidak mudah memang untuk membebaskan Istanbul yang sebelumnya bernama Konstantinopel ini. Kotanya cukup unik, karena berada di dua benua, Asia dan Eropa. Di tengah kota ada selat Bosporus yang membentang, ditambah benteng-benteng yang cukup merata.
Tetapi Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah menyerah. Sejarah mencatat beliau telah memerintahkan para ahli dan insinyurnya untuk membuat sebuah senjata terdahsyat, yaitu sebuah meriam raksasa. Suaranya saja mampu menggetarkan nyali lawan dan berpeluru logam baja. Meriam ini mampu menembak dari jarak jauh serta meluluh-lantakkan benteng Bosporus.
Dari sisi keshalihannya, Muhammad Al-Fatih disebutkan tidak pernah meninggalkan tahajud dan shalat rawatib sejak baligh hingga saat wafat. Dan kedekatannya kepada Allah SWT ditularkan kepada tentaranya. Tentara Sultan Muhammad Al-Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh. Dan separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajud sejak baligh.
Itulah barangkali kunci utama keberhasilan beliau dan tentaranya dalam menaklukkan kota yang dijanjikan nabi SAW. Rupanya kekuatan beliau bukan terletak pada kekuatan pisik, tapi dari sisi kedekatan kepada Allah, nyata bahwa beliau dan tentaranya sangat menjaga hubungan kedekatan, lewat shalat wajib, tahajjud dan sunnah rawatib lainnya
Sang Penakluk atau Sang Pembebas?
Karena prestasinya menaklukkan Konstantinopel, Muhammad kemudian mendapat gelar “Al-Fatih”. Artinya sang pembebas. Barangkali karena para pelaku sejarah sebelumnya tidak pernah berhasil melakukannya, meski telah dijanjikan nabi SAW.
Namun orang barat menyebutkan The Conqueror, Sang Penakluk. Ada kesan bila menggunakan kata “Sang Penakluk” bahwa beliau seolah-olah penguasa yang keras dan kejam. Padahal gelar yang sebenarnya dalam bahasa arab adalah Al-Fatih. Berasal dari kata: fataha - yaftahu. Artinya membuka atau membebaskan. Kata ini terkesan lebih santun dan lebih beradab. Karena pada hakikatnya, yang beliau lakukan bukan sekedar penaklukan, melainkan pembebasan menuju kepada iman dan Islam.
Beliau merupakan seseorang yang sangat ahli dalam berperang dan pandai berkuda. Ada yang mengatakan bahwa sebagian hidupnya dihabiskan di atas kudanya.
Yang lebih menarik, meski beliau punya kedudukan tertinggi dalam struktur pemerintahan, namun karena keahlian beliau dalam ilmu strategi perang, hampir seluruh perjalanan jihad tentaranya ia pimpin secara langsung. Bahkan ia tetap berangkat berjihad kendati sedang menderita suatu penyakit.
Tata Negara dan Administrasi
Selain sebagai ahli perang dan punya peran besar dalam hal perluasan wilayah Islam, beliau juga ahli di bidang penataan negara, baik secara pisik maupun dalam birokrasi dan hukum. Kehebatan beliau dalam menata negerinya menjadi negeri yang sangat maju diakui oleh banyak ilmuwan. Bahkan secara serius belaiu banyak melakukan perbaikan dalam hal perekonomian, pendidikan dan lain-lain.
Dalam kepemimpinannya, Istambul dalam waktu singkat sudah menjadi pusat pemerintahan yang sangat indah dan maju di samping sebagai bandar ekonomi yang sukses.
Beliau juga dikenal sebagai pakar dalam bidang ketentaraan, sains, matematika. Beliau memenguasai 6 bahasa sejak berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat namun tawadhu’.
Mentarbiyah Tentara Satu hal yang jarang diingat orang adalah proses pembentukan pasukan yang sangat profesional. Pembibitan dilakukan sejak calon prajurit masih kecil. Ada team khusus yang disebarkan ke seluruh wilayah Turki dan sekitarnya seperti Balkan dan Eropa Timur untuk mencari anak-anak yang paling pandai IQ-nya, paling rajin ibadahnya dan paling kuat pisiknya. Lalu ditawarka kepada kedua orang tuanya sebuah kontrak jangka panjang untuk ikut dalam tarbiyah (pembinaan) sejak dini.
Bila kontrak ini ditandatangani dan anaknya memang berminat, maka seluruh kebutuhan hidupnya langsung ditanggung negara. Anak itu kemudian mulai mendapat bimbingan agama, ilmu pengetahuan dan militer sejak kecil. Mereka sejak awal sudah dipilih dan diseleksi serta dipersiapkan.
Maka tidak heran kalau tentara Muhammad Al-FAtih adalah tentara yang paling rajin shalat, bukan hanya 5 waktu, tetapi juga shalat-shalat sunnah. Sementara dari sisi kecerdasan, mereka memang sudah memilikinya sejak lahir, sehingga penambahan ilmu dan sains menjadi perkara mudah.
Konstantinopel Menjadi Istanbul
Setelah ditaklukan nama Konstatinopel diubah menjadi Islambul yang berarti “Kota Islam”, tapi kemudian penyebutan ini bergeser menjadi Istambul seperti yang biasa kita dengar sekarang.
Sejak saat itu ibu kota khilafah Bani Utstmani beralih ke kota ini dan menjadi pusat peradaban Islam dan dunia selama beberapa abad. Sebab kota ini kemudian dibangun dengan segala bentuk keindahannya, percampuran antara seni Eropa Timur dan Arab.
Gereja dan tempat ibadah non muslim dibiarkan tetap berdiri, tidak diutak-atik sedikit pun. Sementara khalifah membangun gedung dengan arsitektur yang tidak kalah cantiknya dengan gedung-gedung sebelumnya. Sepintas kalau kita lihat gedung peninggalan peradaban masehi sama saja dengan bangunan masjid. Tetapi ternyata tetap ada perbedaan mendasar. Selain masalah salib yang menjadi ciri gereja, bangunan dari peradaban Islam punya dominasi lingkaran dan setengah lingkaran.
Seorang rekan dari Maghrib (Maroko) bercerita bahwa ada nilai falsafah di balik bentuk-bentuk lingkaran atau kubah ang kita lihat dari bentuk masjid, yaitu bahwa Islam itu masuk ke semua dimensi.
Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan bayak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik strategi peperangannya yang dikatakan mendahului zamannya.